Mencintai Tukang Bunga (Part 6)

Yang belum baca part sebelumnya sebaiknya cek di sini :

Part I : http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/01/mencintai-tukang-bunga-part-i.html
Part V : http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/12/mencintai-tukang-bunga-part-v.html

Tepat sehari sebelum tanggal 27 Oktober 2018, saya, sepupu saya dan keluarga mas Herman satu pesawat untuk menuju Makassar berencana baik untuk melangsungkan lamaran.

Sesungguhnya sempat ada keraguan saat ingin melangkah ke jenjang ini. Konflik antara saya dan ibu adalah alasannya. Di adat Bugis, yang dipegang teguh keluarga saya, mengundang seluruh sanak saudara serta keluarga adalah hal yang wajib untuk dilakukan menjelang hari lamaran. Sedangkan saya bersikeras hanya ingin ada keluarga inti masing-masing.

"Ibu kasian mas Herman, tidak ada uangnya kodong belum bayar pesawat dan lain-lain, berhenti mki itu pikir masalah adat bu, nomor satukan mki urusan agama" dengan logat Makassar saya menelfon ibu berkali-kali sebelum hari lamaran untuk memastikan tidak ada pemborosan.

"Jammeko hawatirkan. Disini di Makassar, pamali kalau orang datang dengan niat baik tapi tidak disambut. Ingat, hanya keluarga nya saja, tidak boleh mas Herman ikut dalam acara lamaran. Yang pasang cincin nanti ibunya, tanda kau sudah dilamar. Jangan pikirkan masalah biaya terus, mantapkan hati, kalau lamaran saja sudah bikin kau pusing dengan biayanya, bagaimana nanti kehidupan rumah tangga mu, serahkan sama Allah"

Penjelasan Ibu membuat saya mengalah, yang akhirnya pada acara lamaran kami ada sekitar 50an orang hadir turut memberi selamat dan saling bersuka cita.

Sesuai adat Bugis keluarga yang ingin melamar membawa berbagai hadiah kepada calon pengantin wanita. Pada hari itu, keluarga Mas Herman tiba di rumah dengan membawa buah-buahan hingga 3 roti buaya kecil yang dibawa sebagai penanda lelaki betawi-lah yang akan mempersunting wanita bugis.

"Kenapa roti buayanya kecil sekali? takut ketukar sama calon mempelai wanitanya" Canda ku kepada keluarga yang pasti tau ukuran baju aku tidak pernah kurang dari XL. Yah, wajar saja, apakata dunia kalau di kabin pesawat ada roti buaya 1,5 meter ?

Tiga roti buaya itu mewakili ayah, ibu dan anak yang melambangkan kesetiaan hewan buaya dan kesabarannya dalam menunggu mangsa. Tapi hati-hati kalau sudah naik di darat, lain lagi namanya hehehhehe.

Selain roti buaya, hampir semua seserahan disiapkan Mama, adik ibu yang sudah kuanggap seperti orang tua. Meskipun di keluarga nenek, ini adalah acara lamaran ketiga, baru kali ini di keluarga kami ada yang menikah orang yang datang sangat jauh.

Seluruh keluarga inti duduk dalam lingkaran besar, berdiskusi mengenai persiapan menuju pernikahan. Pada hari itu, Ayah mengumumkan tanggal pernikahan yang sebenarnya sudah kusepakati bersama Ibu dan keluarga lainnya serta ku konfirmasi kembali ke Mas Herman. Bersyukur dia menyanggupinya walau harus lebih giat menabung agar niat baik ini dapat tercapai dalam 2 bulan setelah lamaran.

Jika di adat Bugis ada istilah "uang panaik" yang cukup tinggi dan biasanya ditakuti untuk melamar wanita Bugis, beruntung keluarga hanya mensyaratkan asal uang belanja untuk pesta pernikahan cukup, mahar dan seluruh rukun nikah yang harus di prioritaskan. Seperti nya ini sebuah tanda bahwa keluarga telah setuju untuk melanjutkan ketahap pernikahan dengan mempermudah proses ini.

"Ica itu sama saya saat berusia kurang dari setahun sampai mau masuk SD. Selalu membawa kebahagiaan buat keluarga kecil kami, jadi semoga dengan acara lamaran ini ketika Ica menjadi bagian keluarga Mas Herman, dia tetap membawa kebahagiaan dimana saja" kata penutup dari Mama ini berhasil membuat acara lamaran semakin haru.

Selesai acara kami lalu bersantap siang bersama seluruh para tamu undangan. Tidak terlihat mas Herman saat itu. Adat Bugis sama seperti syariat Islam, sebaiknya hanya keluarga yang saling bertemu hingga hari pernikahan. Padahal kemarin kami sempat satu pesawat hanya untuk sedikit mempermudah. Alhamdulillah, acara lamaran ditutup dengan foto kami berdua tanpa ketahuan Ibu yang sedang berbalik badan menuangkan porsi tambahan untuk hidangan bakso.

"Mas Herman, sini..... buruan foto" kuambil kesempatan dalam kesempitan saat Mas Herman disuruh masuk kerumah ikut makan siang dan akhirnya foto inilah yang menjadi pengumuman kami di instagram untuk kabar baik di Bulan Desember 2018.

"Jangan terlalu mallea (ganjen) Ica! tegur ibu yang menyadari kami berfoto layaknya pasangan yang sudah sah, hehehehheheh.

Yang kuingat saat itu Ayah ikut larut dalam haru dan seluruh keluarga sangat  bahagia. Inilah ketika anak keduanya yang konon malas menikah dan tidak memikirkan jodoh berbalik arah. Sesungguhnya hanya Allah lah yang menggerakkan hati ini. Semoga tetap terus menjadi berkah.

Yang kutau belakangan ini ternyata adat Betawi juga hanya mengijinkan keluarga yang saling bertemu, bukan calon mempelai.

Alhamdulillah, terlalui sudahlah 2 jenjang menuju pernikahan, masa taaruf dan masa lamaran.

Selanjutnya apakah persiapan 2 bulan menuju pernikahan baik-baik saja? Bagaimana kami deal dengan LDP alias Long Distance Preparation? Serta bagaimana Mas Herman mengumpulkan uang belanja persiapan pesta? Tunggu cerita selanjutnya .....(to be continued)

Mencintai Tukang Bunga Part V


Sesuai cerita sebelumnya yang dapat dibaca di http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/07/mencintai-tukang-bunga-part-iv.html akhirnya tibalah pertemuan pertama kali antara Ayah dan Mas Herman.

Apa ayah senang? oh tidak sama sekali. Dari gambar yang dikirimkan ibu, kulihat Ayah duduk di sudut ruang tamu menyilangkan kaki dan tetap dingin. Alhasil, mas Herman yang sedikit gemetaran tidak tahu harus memulai percakapan dari mana.

Ibu telah menyiapkan makan malam khas Makassar untuk menyambut keluarga Mas herman.

"Apa aku yang mulai atau ayah kamu ? soalnya ayah kamu diam-diam aja nggak ada percakapan yang berarti" Mas Herman mengirimkan pesan melalui WhatsApp.

Sikap Ayah sebenarnya tidak salah sama sekali. Dari penampilan Mas Herman pertama kali, orangtua mana yang ingin anak putri kebanggaannya, ecieeeeeee, dipersunting laki-laki gondrong yang tidak tahu asal muasalnya. Bibit bebet dan bobotnya. Apalagi pernikahan itu adalah menghabiskan setengah hidup untuk deal dengan hal yang tidak sesuai adat kita dan menikmati hal yang sudah sesuai.

Malam itu Ayah hanya bilang ke Mas Herman "Saya tidak bisa putuskan, keluarga kami keluarga yang cukup besar, saya akan diskusi dulu"

Hanya itu pesan yang Mas Herman tangkap dari pertemuannya dengan Ayah. Kecewa ? Oh tentu tidak hanya kecewa, dengan lemah dia menelfon dan hampir memutuskan untuk tidak berjuang lagi.

"Terserah Mas Herman mau lanjut atau tidak, tapi yang namanya jodoh memang harus diperjuangkan, bukan tidak mungkin dijodoh berikutnya Mas Herman harus berjuang lagi dan akan menyerah lagi" Jangan tanya kapan harus berhenti tapi yakin saja smpai mana mas Herman bisa melaju.

Bukan satu atau dua kali kucoba semangati dia. Ini lebih kepada saya menyemangati seorang laki-laki yang sedang berjuang.

"Tidak apa-apa, jika Ayah tidak setuju, mungkin yang akan menjadi wali hanya adiknya saja" Pesan ibu diujung telfon yang kusambut dengan air mata. Malam itu, tidak hanya Keluarga Mas Herman yang dibuat galau.

Seminggu, dua minggu hingga 6 minggu tidak ada jawaban. Ayah memang fotokopian tabiat saya. Keras kepala , susah diyakinkan dan tidak mudah berpuas diri. Kami berdua saling mengenal satu sama lain. Akhirnya kuputuskan untuk mengirimkan pesan kepada Ayah

"Ayah, jika Ayah tidak menyetujui hubungan ini, mungkin saya harus pindah kota dan memulai hidup baru. Agar lebih tenang. Kenapa Ayah meragu ? Aku, anak yang selalu mengambil konsekuensi dari keputusan-keputusan besar dihidup saya. Tidak kusalahkan Ayah ketika hidup di India selama setahun dipenuhi air mata, tidak kusalahkan Ayah ketika Aku memutuskan menganggur setahun setelah pulang dari India, tidak kusalahkan Ayah ketika kerja di Jakarta aku hanya digaji 2 juta di awal setiap bulannya. Aku janji tidak akan ku kecewakan Ayah"

Jangan ditanya perasaan saya saat mengirimkan pesan ini. Bercampur aduk tidak merata. Dengan mata sembab aku menunggu balasan tapi yang ada hanya panggilan telfon ibu.

"Ayah bilang, acara lamaran bisa di adakan di tanggal 22 Oktober 2018. Suruh mas Herman datang bersama keluarga, biar nanti Ibu yang atur semuanya. Oh iya cukup siapkan cincin sebagai pengikat"

Tapi karena 22 Oktober itu bertepatan dengan ulang tahun perusahaan dan saya bertugas akhirnya diputuskanlah tanggal 27 Oktober 2018.

Bagaimana proses lamaran Adat Betawi ketika bertemu gadis Bugis ? apakah masalah selesai begitu saya? Tunggu lanjutan Mencintai Tukang Bunga part selanjutnya ...


Part sebelumnya dapat di cek di : 

Mencintai Tukang Bunga Part IV


Buat yang belum baca mulai part 1 silahkan klik http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/01/mencintai-tukang-bunga-part-i.html

Setelah pertemuan Mas Herman dengan sepupu saya, terjadilah komunikasi antara ibu dan sepupu saya. Sepupu saya ini sudah cukup dewasa. Telah menikah selama lebih dari 10 tahun, dan dikaruniai 4 orang anak serta sukses menjalankan bisnis di kota Bekasi. Cukup terpandanglah di keluarga kami.

Namun, ini tidak menyurutkan pilihan keluarga saya untuk menentang keinginan menikah ini.

Ibu, sedikit hawatir dengan langkah saya untuk menikah. Dia memilih terbang ke Jakarta dan ingin berbicara langsung. Keluarga tentunya sudah mewanti-wanti

"Pokoknya tidak boleh ada pertemuan dengan laki-laki itu, apa kata orang nanti. Anak perempuan terlalu terburu-buru menikah tidak baik. Suruh saja fokus bekerja, nanti jodoh yang terbaik akan datang" begitu pesan keluarga besar di Makassar untuk ibu yang seorang diri datang menjenguk saya.

Ini bukan pertamakali ibu menjenguk saya di Jakarta. Saat ibu datang, maag saya sedang kambuh dan harus dibawa ke rumah sakit. beruntung hanya dirawat di UGD beberapa jam.

"Ibu ke Jakarta, kalau Mas herman serius, temui ibu biar jelas maksud mas Herman" kutulis chat singkat

Secara diam-diam kemudian kuatur pertemuan dengan kesan tidak sengaja di rumah sepupu saya. Kuajak ibu nginap di Bekasi menghabiskan akhir pekan. Tapi sepertinya firasat seorang ibu cukup kuat.

"Jangan sampai ada pertemuan apa-apa, jangan bikin malu ibu dan keluarga semuanya"

Mas Herman tetap menjalankan niat baiknya. Datang bertamu bertemu ibu malam itu. Yang membuat saya cukup kaget karena dia tak datang sendiri. Dia datang bersama ibu, adik, pak uztad yang belakangan saya kenal sebagai omnya dan 2 orang temannya. Full satu mobil avanza beserta beberapa parcel buah. "katanya untuk menunjukkan keseriusannya.

Beruntung Ibu telah dijelaskan oleh sepupu saya sebelum pertemuan ini, tapi tetap saja menolak secara halus.

"Ibu mau tidur dulu 10 menit" sahutnya setelah sholat isya padahal Mas herman dan keluarga telah duduk rapi di ruang tamu.

Rrrrgghhhhhhh.....

Tapi kurang dari 10 menit ibu berdiri kemudian keluar dari kamar mengenakan mukenah menemui mas Herman di ruang tamu

"Di kamar saja" sambil menatap tajam ke saya

Saya deg-deg kan. Takut kalau ada salah apa-apa. "Ya Allah kuserahkan semuanya padaMu, kali ini tidak ada rencana, saya ikuti semua takdir Mu"

Allah sepertinya mendengar doa tulus saya sambil menahan perihnya sakit maag diatas kasur. Terdengar suara tawa beberapa kali dari ruang tamu. Mencoba menguping tapi suara kipas angin lebih kencang dari suara percakapan mereka.

Baiklah, saya hanya dipanggil keluar saat pertemuan selesai kemudian diminta mengambil foto semuanya, tanpa saya.

Pertemuan ini menjadi penutup kunjungan ibu ke Jakarta. Semoga ini salah satu jalan Allah mempermudah niat menikah kami. Sambil menuju arah pulang ke Jakarta, saya menyempatkan diri melewati kios bunga mas Herman berukuran kecil di pasar. Awalnya Ibu seperti menolak tidak ingin mampir untuk menyapa.

"Buat apa mampir, nanti Ibu mau bilang apa"

Tapi semakin mobil mendekat Ibu kemudian yang meminta berhenti setelah saya menunjuk kios kecil dengan display beberapa kembang. Tidak terlihat mas Herman pagi itu hanya ada Ibunya seorang diri.

Yah kan namanya juga ibu-ibu, tadi menolak sedetik kemudian sudah turun dari mobil salam-salaman sambil cipika cipiki. Inikah yang namanya pucuk dicinta ulam pun tiba. Semoga ini pertanda baik

Dari pertemuan semalam, Ibu meminta mas Herman menemui Ayah di Makassar untuk menyampaikan maksud baiknya. Apalagi setelah foto bersama akhirnya tersebar luas di keluarga, Ibu mencoba menjelaskan bahwa Mas herman tidak seburuk foto-foto di akun instagramnya dengan rambut panjang dan muka kucel hingga akhirnya mendapatkan persetujuan dari beberapa pihak keluarga.

Sayangnya, hingga kepulangan saya saat Idul Adha 2018, Ayah masih tetap bersikeras tidak menyetujui keinginan ini. Saya tidak dapat menjelaskan panjang lebar, mengingat ayah dan saya memiliki watak yang sama-sama keras.

"Cari yang lebih baik, akan ada tiba saat nya. Menurut kau agamanya baik, yang namanya iman itu ada naik turunnya. Jangan sampai yang diperlihatkan hanya bersifat sementara" Ayah selalu punya jawaban untuk meruntuhkan keyakinan saya.

Tapi semakin di tentang, saya semakin punya alasan untuk menjadi yakin.

Saya kemudian berbicara dengan Mama, adik ibu yang membesarkan saya dari kecil. Mama kemudian ikut mengatur kedatangan Mas Herman untuk bertemu Ayah pertama kali. Sejak pertemuan dengan Ibu, Mas Herman mulai memberi uang secara teratur hasil dari jualan bunga.

"Simpan di rekening kamu, saya tidak pandai menyimpan uang. Nanti kalau cukup buat beli tiket pesawat ketemu Ayah. Tidak apa-apa ditolak, yang penting kenalan saja dulu" kutangkap niat tulus itu dari laki-laki yang baru saja ku kenal selama 4 bulan .

Setelah Idul Adha, akhirnya Ibu dan mama meminta mas Herman datang menemui Ayah. Kuatur perjalanan ini sedemikian rupa karena saya tidak bisa cuti menemani mereka. Apa kata Ayah nanti kalau saya bolos kerja.

Sayapun membuat Itenarary untuk perjalan 3 hari 2 Malam untuk Mas Herman, Ibu, Pak Uztad dan adiknya. Beruntung saat keberangkatan mereka, Pak Irwan, rekan kerja saya yang bertugas sebagai protokoler Direksi di Bandara sedang berada di Bandara. Pak Irwan kemudian mengatur perjalanan Mas herman di Bandara. Mulai dari Check in hingga masuk kedalam pesawat. Sebuah niat tulus yang akhirnya berjalan dengan mulus hingga tiba di Makassar.

Bayangkan saja, Mas Herman yang tidak pernah naik pesawat sebelumnya, disambut dengan standar penyambutan orang nomor satu di perusahaan BUMN tempat saya bekerja. Terima kasih pak Irwan!

Tiba di Makassar, Mama tetap mengabarkan keadaan terkini. Sesuai itenarary yang saya buat, Mas Herman dan keluarga hanya sempat menikmati Coto bersama Erul, teman baik saya, dan langsung check in di Hotel yang telah mama siapkan.

Erul bilang, Mas Herman sudah kelelahan naik pesawat dua jam kemudian disambut teriknya matahari Kota Makassar. Apalagi malamnya akan bertemu Ayah untuk pertama kali.

Apa saja percakapan saat makan malam ? mohon bersabar hingga part berikutnya ya....

Menjalankan niat menikah memang tidak selalu mudah, tapi selalu ada jalan untuk orang yang mau berusaha. See you next part !

Part V : http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/12/mencintai-tukang-bunga-part-v.html
Part VI : http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/07/mencintai-tukang-bunga-part-iv.html

Bouquet Mawar

HARAP DIBACA KETENTUANNYA DI BAWAH GAMBAR 


Harga Rp. 300.000,- per 10 tangkai Mawar
Kami tidak menyediakan kurang dari harga diatas
Harga belum termasuk ongkir 
Pemesanan H-2
BUNGA KAMI BUNGA SEGAR, Kami tidak menyediakan bahan flanel, plastik atau lainnya

Untuk pemesanan silahkan hubungi whatsapp kami : +6285781115644


Contoh lainnya dapat dilihat di : BOUQUET CASSIOPEIA

MENCINTAI TUKANG BUNGA (Part III)


Respon pertama yang saya terima dari Ayah “oh yang penting agamanya”

Mulailah saya berfikir, mmm mungkin ini namanya jodoh. Tapi, saya memang orangnya kurang beruntung, tiap ingin mencapai sesuai harus penuh dengan kerja keras dan doa yang tiada henti. 

Jumat, pukul 3 sore, saat kantor sedang sibuk-sibuknya tiba-tiba mendaratlah surat tanda terima bouquet bunga yang harus d tanda tangani. 
“Eh bunga dari siapa?”

Sepertinya logo yang tertera diatas tanda terima cukup familiar.

“WOY KENAPA PAKAI ACARA KIRIM BUNGA SEGAAAAALAAAAAA” saya telfon Mas Herman kemudian mulailah drama telenovela. Marah-marah melalui telfon. Tapi, jauh dilubuk hati kecil saya, sebenarnya ada rasa senang mendapatkan bunga. Dan akhirnya berakhir dengan janji menemani doi ke pusat pasar bunga untuk belanja keperluaan kiosnya.

Karena belanja bunga harus dini hari, jadilah subuh itu menjadi pertama kali bertemu setelah dua minggu hanya bercakap via whatsapp.

“Saya jemput aja” Kata doi berkali-kali

Sayangnya, saya tetap bersikeras ketemu di tempat. Saya datang sendiri ke pasar bunga jam 5 subuh untuk menemui doi. Jodoh itu butuh usaha. Tapi, tidak bermaksud jual murah, hanya ingin memperlihatkan bahwa dia cukup menyita perhatian untuk ditemui.

Kesan pertama adalah urakan, tidak terurus, sangat tidak berkomitmen  karena datang telat, tapi overall yaaa buat jadi teman tidak masalah. Tapi ternyata doi bermaksud menikah. 

“Jalani dulu, saya masih usaha kirim kabar ke keluarga tentang rencana ini” 

Setelah pertemuan, doi akhirnya memberikan tugas yang lebih berat daripada menulis sebuah artikel.

“Sapa mi itu orangnya, we jangko macam-macam nah di Jakarta, lulusan mana itu laki-laki?, apa na kerja bapaknya ? mamaknya iya ? berapa bersaudara ?” Segala macam pertanyaan dengan logat khas kemarahan orang Bugis disampaikan ibu melalui telfon.

Besoknya ayah menelfon “Cari mi jodoh yang baik sekolahnya, jelas keluarga nya, kau itu jalan kesana kemari, terbang jauh-jauh, belajar di mana-mana, sekolahmu tinggi, semoga bisa dapat jodoh yang terbaik. Bagaimana nanti kehidupanmu sudah menikah sama orang yang belum dikenal, tulang punggung keluarga, bapaknya sudah tidak ada, adiknya banyak, mamanya tidak kerja”

Ayah menelfon dengan suara lirih, kutangkap keresahan beliau. Tapi, ada hal yang mengganjal, sebegitu pentingnya kah jenjang pendidikan ? harta dan semua yang ayah resahkan. Aku mengenal mas Herman memang baru kemarin, tapi dari semua pasword sosial media yang diberikan, dapat kubaca cara dia berinteraksi dengan teman-temannya. Cukup sopan dan keinginan dia untuk mengajar anak-anak mengaji setelah menutup kios bunganya akhirnya meluluhkan hati saya. Ini terus berputar-putar di pikiran saya. Di dunia ini saya sudah melihat, yang hari ini kaya, besok miskin dan sebaliknya. Saya merindukan Ayah yang dulu berkata, yang penting agamanya. Tapi sudahlah meluluhkan hati orang tua memang bukan perkara mudah.

Sejak itu saya mulai menarik diri dari Mas Herman. Saya mencoba mencari jodoh yang mungkin lebih menarik perhatian orang tua di kampung. 

Dua hari sejak menjauh dari Mas Herman, dia kemudian menelfon setelah ku reject berkali-kali

“Masih ada kah cara untuk usaha mendekati orang tua mu ?, saya serius, sangat serius” begitu kira-kira Mas Herman memohon di ujung telfon. Yang saya tahu dari sosial media nya, dia sudah berusaha mendekati wanita lainnya tapi tetap saja merasa cocok dengan saya. 

Setelah telfon ditutup, saya mulai berfikir kembali dan kemudian mengatur janji untuk bertemu dengan sepupu saya yang rumahnya tidak jauh dari Kios bunga Mas Herman untuk mengutarakan keresahan ini. Kalau mau jujur, mulai tumbuh rasa sayang ke Mas Herman. Laki-laki yang dengan tulus mengajak menikah. Menurut saya, mengungkapkan rasa sayang, cinta, kagum atau apapun itu kepada lelaki bukan hal yang tabu. Setiap manusia mempunyai hak untuk mengungkapkan rasa sayangnya. Cuman, bersabarlah jika harus bertebuk sebelah tangan. 

“Perempuan, jika menginginkan jodoh, usaha terbaik yang dapat dilakukan yaaaa berdoa” begitu kira-kira nasehat yang diberikan sepuou saya. Dia juga penasaran, seperti apa tampang pria yang membuat saya jatuh cinta dan berani mengutarakan perasaan kalau saya mulai sayang melihat keseriusan dia. 

Curhat tentang mas Herman kemudian berakhir dengan pesanan bunga sepupu yang harus diantarkan kerumahnya demi bertemu satu sama lain.

“Saya belum pernah naik pesawat pak seumur hidup, mungkin kalau harus bertemu ayah Ica di Makassar, akan saya usahakan” begitu kira-kira jawaban Mas Herman ketika ditantang untuk bertemu keluarga saya di Kampung.

Dari semua percakapan malam itu, ada satu jawaban yang mungkin menjadi pelajaran bagi pria lainnya yang ingin melamar wanita Bugis yang terkenal mahal. 

“Biar hingga 200 juta pak, jika Ica memang jodoh saya pasti akan ada jalannya”

Setelah hari itu berlalu terjadilah perang dingin antara saya dan keluarga besar yang kurang setuju dengan perjodohan ini. Tidak ada yang bisa disalahkan. Saya hanya ingin menikah untuk melangkah ke jenjang kehidupan selanjutnya. 

“Jika kau belum yakin, masuk syurga, menikahlah, karena itu ibadah terpanjang dan terlama. Butuh ekstra kesabaran dan doa” Begitu kira-kira nasehat Emi, teman dekat saya.

Di sisi lain, orang tua mana yang rela melepaskan anaknya menikah dengan lelaki yang belum jelas identitasnya dan harus menjadi tulang punggung untuk ibu dan 6 adik-adiknya. Namun saya selalu percaya 

“Tidak ada keputusan yang terbaik di dunia ini, mau menikah dengan siapa saja asal orang tua ridho, maka kebahagiaan insya Allah lebih nyata” ini menjadi motivasi saya, bukan hak kita untuk menghawatirkan masa depan, sungguh Allah tidak membebankan ciptaanNya di luar kendali nya. Sudah bisa jadi infal mama Dede kan yeeeee…. :)

Di dunia ini ada 2 jenis manusia, satu yang memilih menghabiskan tenaga dan pikiran dalam merencanakan hidup, dan yang satunya lebih memilih menghabiskan tenaga dan pikiran dalam menjalani pilihan yang tidak direncanakan. Saya termasuk manusia yang lainnya. Tidak ada yang lebih baik, ini tergantung dari cara Anda menjalani pilihan. Sekali lagi, masa depan adalah milik Allah. 

Dalam menjalani pilihan saya berprinsip, lakukan sepenuh hati atau tidak sama sekali. 

Lalu bagaimana cerita Anak betawi dalam melamar putri Bugis dalam perjalanan pertama kalinya menggunakan pesawat ? 
Tunggu part selanjutnya .


Yang mau ngirim Bouqet mengutarakan rasa sayangnya, sini sini saya bantu, pilih aja dulu di http://www.cassiopeiaflorist.com/p/occasions.html 

MENCINTAI TUKANG BUNGA (Part II)


Ternyata menurut saya, ditanya kapan menikah tidak seberapa menyakitkan dibandingkan disuruh menikah, dikasi kriteria, nggak ada yang bantuin cari jodoh, begitu ketemu orang yg klop dan sesuai kriteria yang diberikan eh tidak disetujui. Rasanyaaaaaa yaaa seperti sedikit perih2 aneh. Untunglah kesibukan bekerja dan berkarir mampu mengalihkan semua rasa sedih.

Jadi, semua ini bermula ketika saya ingin menchallenge kehidupan yang cukup stabil ini. Hhhmmmmm, mulailah memutuskan untuk memperbaiki kehidupan asmara. Jadi mencari jodoh ini bukan semata-mata karena desparate menjadi seorang jomblo. Lebih kepada, I need to go to the next level of my life, hahahahahahahaha. Kalau diingat-ingat, ayah pernah menitipkan pesan, “Yang penting agamanya, biar bisa mengarahkan ke jalan yang lebih baik” 

Pesan beliau masih saya pegang sambil menjalankan pesan dari Abeng, teman kerja di Organisasi. “Ca, coba ini deh, gampang nyari pasangan”

Bagi beberapa orang, aplikasi ini masih menjadi prokontrak, mengingat banyak yang menyalahgunakan untuk keperluan pergaulan bebas. Dengan mengucap bismillah, mari kita menjadikan aplikasi Tinder ini menjadi salah satu usaha :D mohon berhati-hati yaaaaa….

Jadi ada 2 hari yang saya dedikasikan untuk menggunakan aplikasi tinder. Sabtu dan Minggu saya mulai swipe kiri swipe kanan. Dan kemudian menemukan sosok berkumis dan garang dengan tulisan kecil florist. Mungkin sosok ini cocok jadi teman, siang swipe kanan tanda mengajukan tanda setuju di siang hari, kami ngobrol hingga malam. Doi juga baru download Tinder 2 hari. Katanya, sebagai salah satu usaha untuk menemukan seorang istri juga. Kami lalu berpindah ke WA, mengingat we are not really into Tinder things. 

oh iya selain usaha Tinder ini, saya mulai rutin mengaji. Setiap selesai selembar, saya mulai berdoa, ya Allah temukanlah saya dengan jodoh. Selain itu saya menuliskan di buku kecil kriteria calon pendamping hidup yang saya inginkan. Jadi memantapkan diri, untuk bertemu dengan jodohlah.

Setelah bercerita mulai siang smpai malam melalui Whatsapp, saya mulai membuka diri dan mengakui kalau memang sedang mencari pasangan hidup. Ecieeeeeeeeee…….. bayangkan bagaimana romantisnya seorang florist. Dikelilingi mawar melati setiap hari. Tapi ternyata, ada sisi kehidupan yang tidak wangi semerbak, mas Herman harus bekerja keras sejak Ayahnya meninggal. Menghidupi 6 orang saudara dan ibu dari jualan bunga di pasar Cikunir, Bekasi. Jualan bunga papan, bunga vas dan dekorasi.

“Eh websitenya jelek nih, mana bisa jualan bunga online kalau nggak jelas” sambil menawarkan diri menjadi content writer websitenya saya mulai komplain mengenai struktur website nya
“Itu dulu dibuat sama mantan saya, kamu jangan marah, kalau mau tolong bikinkan 1 artikel mengenai bunga dong” 

Salah satu contoh tulisannya bisa dilihat di sini.

Mmmmm sepertinya dia mulai mencari-cari alasan untuk memperpanjang topik pembicaraan ini. Setelah urusan artikel selesai dia mulai bertanya

“Kamu mau menikah dengan saya ?” 
Lah nih orang, kemarin minta artikel, hari ini minta dinikahin. 

Kemudian teringat dengan niat awal sebelum bertemu, yaaaaaa untuk bertemu jodoh.
“Ya sudahlah, nanti aku kabarin ke orang tua dulu, kalau ad yang mau melamar” kupikir dia juga bisa ngajar ngaji seperti kriteria yang pernah saya tuliskan di awal. Let’s try!



MENCINTAI TUKANG BUNGA (Part I)


Mungkin pernah sekali atau dua kali berfikir untuk menikah dalam hidup ini. Tapi tidak pernah terlalu serius. Jatuh cinta juga beberapa kali. Dan perasaan ingin memiliki orang yang dicintai pasti ada.

Tapi, ketika menyadari bahwa orang yang dicintai tidak memberi respon yang sama, membuat saya berfikir ternyata jatuh cinta itu bikin pusing. Lalu kenapa harus jatuh cinta dan menikah, kalau karir sudah jelas, pendidikan sudah jelas. Gaji juga cukup untuk menghidupi diri ini yang biasa boros. Kurang lebih hidup ini yaaaaaaaa hampir sempurna, hanya kadang kurang rasa syukur, jadi ngapain nikah.

Apalagi tidak hanya sekali dua kali ada yang datang memberi harapan palsu. Meminang tapi tak menikahi. Hahhahahaha, rasa-rasanya aneh jika dibilang itu cinta.

Hayooooo….. siapa yang setuju kalau aku bilang jatuh cinta itu bikin pusing? apalagi menikah. Banyak bayang-bayang menakutkan berputar-putar di kepala. Pasti bukan perkara mudah. Jadi lebih mantap sendiri kan. Aplagi jika melihat panti jompo banyak di Indonesia. Tinggal ngumpulin duit yg banyak terus sisa hidup bisa di habiskan di panti jompo mewah. Hhahahaah, mohon maaf ini ceritanya dulu.

Namun, ada beberapa momen rasanya hidup yang stabil ini tidak cukup menantang. Mmmm…. apalagi setelah karir, pendidikan, tahap berikutnya apa yang cukup menantang. Ada beberapa pilihan sebenarnya. Entah kenapa saya ingin memilih menikah. Mmmmm..,,,apalagi menurut saya, ayah ibu saya akan bahagia dengan keputusan saya untuk menikah. 

Cleo, teman berkarir di dunia organisasi bilang “Coba aja kak pakai situs taarufan. Siapin CV ya!”

Begitu CV siap, saya langsung melengkapi data pada situs  dan mengajukan taaruf ke beberapa orang yang mungkin mencari atau sesuai dengan kriteria saya. Kalau ingat momen ini rasanya ingin menangis saja. Ditolak-tolakin tanpa alasan. Mungkin saya kurang relijius untuk situs ini. Maka dalam kurun waktu sebulan, data saya dalam situs ini saya drop.

Setelah selesai dengan perkara pencarian jodoh melalui situs taaruf, saya kembali sibuk bekerja. Saya, menyibukkan diri dikantor hingga betul-betul habislah waktu sehari semalam untuk bekerja. Kadang sebagai manusia ada perasaan sedih, yang lain menikah, apa ada yang salah dengan diri saya kenapa belum menemukan jodoh. Untungnya perasaan itu bisa dihilangkan dengan bekerja. Bukan memantaskan diri, tapi lebih kepada menjalani hobi duduk di belakang meja kerja.

“KALAU ADA YANG NYURUH KAMU UNTUK MEMANTASKAN DIRI BIAR CEPET DAPAT JODOH, TONJOK SAJA!” Jodoh bukan perkara kamu telah pantas atau tidak. Kepantasan seorang wanita tidak diukur dari dia telah mendapatkan jodoh atau belum. Jadi jangan sedih. Mungkin kamu sudah pantas tapi masih diuji dalam kesabaran.