Mencintai Tukang Bunga Part V


Sesuai cerita sebelumnya yang dapat dibaca di http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/07/mencintai-tukang-bunga-part-iv.html akhirnya tibalah pertemuan pertama kali antara Ayah dan Mas Herman.

Apa ayah senang? oh tidak sama sekali. Dari gambar yang dikirimkan ibu, kulihat Ayah duduk di sudut ruang tamu menyilangkan kaki dan tetap dingin. Alhasil, mas Herman yang sedikit gemetaran tidak tahu harus memulai percakapan dari mana.

Ibu telah menyiapkan makan malam khas Makassar untuk menyambut keluarga Mas herman.

"Apa aku yang mulai atau ayah kamu ? soalnya ayah kamu diam-diam aja nggak ada percakapan yang berarti" Mas Herman mengirimkan pesan melalui WhatsApp.

Sikap Ayah sebenarnya tidak salah sama sekali. Dari penampilan Mas Herman pertama kali, orangtua mana yang ingin anak putri kebanggaannya, ecieeeeeee, dipersunting laki-laki gondrong yang tidak tahu asal muasalnya. Bibit bebet dan bobotnya. Apalagi pernikahan itu adalah menghabiskan setengah hidup untuk deal dengan hal yang tidak sesuai adat kita dan menikmati hal yang sudah sesuai.

Malam itu Ayah hanya bilang ke Mas Herman "Saya tidak bisa putuskan, keluarga kami keluarga yang cukup besar, saya akan diskusi dulu"

Hanya itu pesan yang Mas Herman tangkap dari pertemuannya dengan Ayah. Kecewa ? Oh tentu tidak hanya kecewa, dengan lemah dia menelfon dan hampir memutuskan untuk tidak berjuang lagi.

"Terserah Mas Herman mau lanjut atau tidak, tapi yang namanya jodoh memang harus diperjuangkan, bukan tidak mungkin dijodoh berikutnya Mas Herman harus berjuang lagi dan akan menyerah lagi" Jangan tanya kapan harus berhenti tapi yakin saja smpai mana mas Herman bisa melaju.

Bukan satu atau dua kali kucoba semangati dia. Ini lebih kepada saya menyemangati seorang laki-laki yang sedang berjuang.

"Tidak apa-apa, jika Ayah tidak setuju, mungkin yang akan menjadi wali hanya adiknya saja" Pesan ibu diujung telfon yang kusambut dengan air mata. Malam itu, tidak hanya Keluarga Mas Herman yang dibuat galau.

Seminggu, dua minggu hingga 6 minggu tidak ada jawaban. Ayah memang fotokopian tabiat saya. Keras kepala , susah diyakinkan dan tidak mudah berpuas diri. Kami berdua saling mengenal satu sama lain. Akhirnya kuputuskan untuk mengirimkan pesan kepada Ayah

"Ayah, jika Ayah tidak menyetujui hubungan ini, mungkin saya harus pindah kota dan memulai hidup baru. Agar lebih tenang. Kenapa Ayah meragu ? Aku, anak yang selalu mengambil konsekuensi dari keputusan-keputusan besar dihidup saya. Tidak kusalahkan Ayah ketika hidup di India selama setahun dipenuhi air mata, tidak kusalahkan Ayah ketika Aku memutuskan menganggur setahun setelah pulang dari India, tidak kusalahkan Ayah ketika kerja di Jakarta aku hanya digaji 2 juta di awal setiap bulannya. Aku janji tidak akan ku kecewakan Ayah"

Jangan ditanya perasaan saya saat mengirimkan pesan ini. Bercampur aduk tidak merata. Dengan mata sembab aku menunggu balasan tapi yang ada hanya panggilan telfon ibu.

"Ayah bilang, acara lamaran bisa di adakan di tanggal 22 Oktober 2018. Suruh mas Herman datang bersama keluarga, biar nanti Ibu yang atur semuanya. Oh iya cukup siapkan cincin sebagai pengikat"

Tapi karena 22 Oktober itu bertepatan dengan ulang tahun perusahaan dan saya bertugas akhirnya diputuskanlah tanggal 27 Oktober 2018.

Bagaimana proses lamaran Adat Betawi ketika bertemu gadis Bugis ? apakah masalah selesai begitu saya? Tunggu lanjutan Mencintai Tukang Bunga part selanjutnya ...


Part sebelumnya dapat di cek di : 

0 comments:

Posting Komentar