Mencintai Tukang Bunga Part 7


Cerita Part I =  http://www.cassiopeiaflorist.com/2019/01/mencintai-tukang-bunga-part-i.html
Cerita Part VI = http://www.cassiopeiaflorist.com/2020/01/mencintai-tukang-bunga-part-vi.html


"Saya tidak mau ji pokoknya pakai MUA yang ibu kasi, kenapa ibu selalu lebih pilih temannya daripada pilihan anaknya" sambil menangis saya mengetik pesan itu untuk Ibu yang bersikeras menggunakan jasa make up teman karib nya.

Ada-ada saja yang membuat kami berdua saling cekcok dalam persiapan pernikahan. Yang kusyukuri Mas Herman mengikuti semua keinginan keluarga.

"Yang nyamannya saja, yang penting tabungannya cukup" Mas Herman berkali-kali mengingatkan untuk menghindari konflik dengan Ibu.

Seandainya waktu bisa kuputar ulang, aku memang terlalu keras kepala dan kusesali semua keras kepala ku dalam mempersiapkan pernikahan. Toh benar kata orang-orang yang tidak pernah kupercaya, pernikahan itu hanya sehari yang tidak akan dikenang orang-orang kecuali makanannya.

Bahkan untuk persiapan pakaian saja aku harus melibatkan teman yang di Makassar untuk mengecek persiapannya. Baju baru yang dijahit tidak ku kenakan di hari H. Alasannya simple, "Warnanya terlalu gelap"

Tapi sekali lagi, pernikahan jangan dijadikan bahan pertengkaran jika hanya masalah kecil, banyak rintangan yang sungguh lebih berat di depan mata menanti.

Beruntung Mba Ellen, teman kerja selalu mengingatkan "Niat menikah dari awal kamu ingin naik kelas kan, jadi ya ujiannya semakin sulit, jika semakin mudah berarti masih di zona yang sama" ucapnya menasehati tiap kali kucurhati masalah persiapan pernikahan.

Akhirnya kusetujui semua keinginan Ibu untuk tetap menggunakan apa yang telah diaturnya. hitung-hitung aku telah banyak menentukan jalan hidupku sendiri. Kali ini biarlah aku mengalah.

Tidak ada yang kusesali dari sikap mengalah ku waktu itu. Beruntung ibu tidak mencapai kemarahan yang luar biasa.

Banyak hal yang Mas Herman persiapkan, termasuk 12 tiket penerbangan yang cukup menjulang tinggi saat menjelang pernikahan kami. Saat tabungan hampir cukup, tiba masa Idul Adha , saat kami harus berkurban.

"Apa cukupin tabungan nikah dulu baru tahun depan motong kambing kali ya" tanya mas Herman saat itu kebingungan.

Yang kutau Mas Herman tidak pernah berkurban sekalipun seumur hidup. Tapi ditengah keputus asaannya setiap kuhitung mundur hari pernikahan kami dan menghitung uang tabungan yang sudah terkumpul, di tetap berniat untuk berkurban.

"Kamu marah kalau tabungannya aku pakai buat berkurban dulu" pertanyaan ini kujawab dengan yakin tidak sama sekali. Walau tetap deg-degkan di tengah keresahan menyiapkan pernikahan hanya 2 bulan.

Dan, akhirnya Allah menjawab keresahan Mas Herman dengan orderan dekorasi bunga seharga 10 kali lipat dari harga hewan kurbannya. Kami pun bisa bernafas sedikit lega.

Yang kuingat saat itu, kami sama-sama berjuang dengan cara masing-masing. Seperti nasehat yang pertama kali kudengar "Wanita ketika ingin menikah dan menemukan sosok yang sesuai cukup doa yang menjadi usaha terbesarnya, biar Allah yang menjawabnya di waktu yang tepat"

Tiba di malam pengajian kuakui semua kesalahanku, di hadapan ibu, mama, ayah dan papa aku bersimpuh memohon maaf atas segala konflik yang seharusnya bisa dibicarakan sehalus-halusnya.

Seandainya waktu bisa diputar kembali, seandainya dan banyak kata seandainya serta seharusnya yang bisa di lawan dengan tarikan nafas, semoga cerita ini bisa menjadi pelajaran untuk kita semua dalam mempersiapkan pernikahan.......

To be continued


0 comments:

Posting Komentar